Minggu, 24 Oktober 2010

Cerbung Api Bukit Menoreh

Api Di Bukit Menoreh
Karya : SH Mintarja
(Buku 101 ~ 110)


Buku 101

SEBUAH padepokan kecil akan lahir disebelah Kademangan Jati Anom. Diatas sebuah pategalan yang sudah ditumbuhi dengan berbagai macam pohon buah-buan, akan dibangun kelengkapan dari sebuah padepokan betapapun kecilnya. Sebuah rumah induk dengan pendapa dan bagian-bagian yang lain, sebuah tempat ibadah, klolam dan sebuah kandang kuda. Dibagian belakang akan terdapat beberapa buah rumah kecil yang akan dihuni oleh beberapa orang yang bersedia tinggal dipadepokan kecil itu untuk bersama-sama bekerja keras. Sebuah lumbung, dan halaman untuk menjemur padi dan hasil sawah yang lain akan dipersiapkan pula dilongkangan.

Dihari-hari pertama, Untara dan Widura sudah mulai menentukan letak dan urutan bangunan yang akan dibuat. Meskipun kecil dan sederhana namun agaknya padepokan itu akan sangat menyenangkan.

Sebuah gubug kecil telah dahulu dibangun untuk menyimpan bahan-bahan yang diperlukan bagi bangunan yang akan dibuat itu. Kayu yang sudah siap digarap. Bambu dan atap ijuk segera dipersiapkan pula.

Ketika dua buah sumur sudah siap digali sesuai dengan tempat yang sudah direncanakan dalam keseluruhan halaman padepokan itu, maka mulailah kerja yang sebenarnya. Setiap hari beberapa buah pedati hilir mudik mengangkut batu dan keperluan-keperluan yang lain. Sementara itu beberapa orangpun mulai bekerja dengan keras untuk menyelesaikan pekerjaan yang cukup besar itu.

Agung Sedayu dan Kiai Gringsing tidak ketinggalan pula. Mereka ikut bekerja keras diantara para pekerja yang lain. Bahkan Ki Waskita pun tidak mau tinggal berpangku tangan.

Demikianlah hari-hari berikutnya. pategalan Karang itu telah sibuk dengan kerja. Mulai saat matahari naik, sampai saat matahari turun dibalik gunung, orang-orang yang bekerja dipadepokan itu lelah melakukan tugas mereka sebaik-baiknya. Bahkan diantara derit roda pedati, derak bambu dibelah dan bebatuan yang gemelutuk. kadang-kadang masih juga terdengar suara dendang dari seseorang yang sedang duduk dibawah sebatang pohon memintal tali ijuk.

Dalam pada itu, sekali-sekali Untara sendiri datang untuk melihat-lihat kemajuan kerja orang orangnya yang membuat dinding batu mengelilingi pategalan itu. Semakin lama menjadi semakin tinggi. Diempat penjuru terdapat

Tidak ada komentar:

Posting Komentar